MELAWAN SAMPAH DARI SEKOLAH
Pada tahun 2006 silam pemerintah telah menetapkan 21 Februari sebagai Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN). Dengan adanya peringatan Hari Peduli Sampah Nasional mungkin pemerintah berharap masyarakat lebih sadar dan peduli terhadap pembuangan dan pengelolaan sampah. Kendati sudah dicanangkan sejak beberapa tahun yang lalu, dampaknya masih belum bisa dirasakan secara nyata. Kita masih begitu mudah menemukan orang yang membuang sampah di sembarang tempat. Tumpukan-tumpukan sampah di beberapa sudut-sudut kota maupun perkampungan masih menjadi pemandangan yang sering kita jumpai. Soal sampah, sebenarnya salah satu harapan penyelesaiannya ada pada sekolah-sekolah. Sekolah sebagai tempat mendidik putra-putri kita diharapkan bisa menanamkan karakter peduli sampah bagi calon-calon penerus bangsa. Sehingga saat nanti putra-putri kita kembali kepada masyarakat mereka bisa menjadi manusia yang bijak dalam mengelola sampah. Namun ironisnya justru sekolah merupakan salah satu tempat penyumbang sampah yang cukup besar. Terutama sampah plastik dari bungkus jajan peserta didik. Memang ada beberapa sekolah yang sudah melaksanakan program terkait sampah. Namun, program tersebut seringkali hanya soal pemilahan dan pengelolaan sampah saja. Masih jarang sekolah yang benar-benar berkomitmen untuk membatasi penggunaan plastik dalam kesehariannya. Mungkin kemampuan mereka hanya sebatas bagaimana mengolah sampah dari plastik. Kita harusnya menyadari bahwa plastik merupakan musuh bagi bumi kita. Keberadaan plastik yang tidak terbuat dari bahan biologis menjadi benda yang sulit terurai. Bahkan butuh waktu sampai ratusan tahun bagi plastik untuk terurai kembali. Bahayanya, bila sampah plastik begitu merajalela maka lingkungan hidup kita akan tercemar. Sampah-sampah plastik yang sudah diolah dan sudah mengalami perubahan bentuk pun tidak serta merta membuat kita selamat. Bahkan plastik yang telah berubah menjadi mikro atau nano plastik juga tak kalah bahayanya bagi kehidupan. Mikro atau nano plastik bisa dengan mudahnya terlarut dalam air yang artinya juga bisa dengan mudah masuk ketubuh manusia. Jika tanah, air dan udara yang menjadi komponen penting dalam kehidupan kita sudah terpapar polusi plastik sudah barang tentu bumi dan segala macam penghuninya juga terancam. Sayangnya kesadaran akan bahayanya plastik hanya sampai pada tataran pengetahuan saja. Kita tahu plastik berbahaya tapi kita tidak bisa melepas plastik dari kehidupan kita. Ketergantungan kita terhadap plastik sudah sedemikian akutnya. Dengan alasan demi kepraktisan dan penghematan kita seolah sulit memutus hubungan dengan plastik. Saking dekatnya kita seperti telah menjelma sebagai manusia plastik. Meminjam istilah dari Kiai M. Faizi dalam bukunya yang baru-baru ini terbit berjudul ”Merusak Bumi Dari Meja Makan”, Kiai yang sastrawan dari Annuqayyah Guluk-guluk ini menyebut manusia sebagai Animal Plasticum (makhluk yang tidak bisa lepas dari plastik). Disinilah sekolah sudah selayaknya berperan. Bukan hanya sebatas membekali anak-anak dengan pengetahuan bahwa plastik berbahaya. Juga bukan hanya membuat program semata-mata untuk memenangkan lomba lingkungan hidup. Bukan pula sebatas pencitraan dan kegiatan seremonial peduli sampah belaka. Harus ada sikap dan berbuatan yang nyata untuk mulai membatasi penggunaan plastik di lingkungan sekolah. Satu contoh nyata misalnya mulai membatasi penggunaan plastik dikantin sekolah. Juga bisa dengan memberi aturan yang jelas untuk setiap jajanan yang dijual di kantin atau koperasi harus menggunakan pembungkus yang ramah lingkungan. Dengan begitu memungkinkan di gunakannya kembali pembungkus-pembungkus yang lebih sehat. Dan juga wadah-wadah yang bersifat sekali pakai seperti gelas plastik bisa di tekan penggunaanya. Selain dari para peserta didik, seluruh komponen yang ada di dalam sekolah juga harus melakukan hal yang sama. Misalnya jika ada rapat atau pertemuan guru maka penggunaan plastik juga harus sangat di batasi. Makanansebagai hidangannya pun juga diupayakan merupakan makanan tradisional yang lebih ramah untuk tubuh manusia. Sementara ini kita mungkin hanya bisa sebatas untuk mengurangi sebelum nanti kita bener-bener bisa lepas dari plastik. Paling tidak hal ini sudah bisa menjadi perbuatannya nyata untuk mengurangi kerusakan pada bumi kita tercinta. Anak-anak juga harus benar-benar disadarkan akan bahayanya penggunaan plastik. Pembiasaan dan penanaman karakter untuk menjaga lingkungan dari pencemaran sampah plastik juga harus benar-benar merasuk ke jiwa anak. Sadar lingkungan inilah yang nanti akan membawa dampak positif bagi kelangsungan hidup makhluk di bumi ini. Bekal ini yang akan sangat bermanfaat saat mereka nanti hidup bermasyarakat. Dampak lebih jauhnya mereka akan menghasilkan budaya yang lebih sehat dan baik bagi hidup manusia. Jika hal ini bisa dilakukan maka sekolah benar-benar melakukan fungsinya sebagai pencetak penerus masa depan kehidupan bangsa. Sekolah benar-benar akan mencetak anak-anak menjadi manusia yang akan melaksanakan tugasnya sebagai khalifatullah fil ardi, sebagai makhluk Tuhan yang di tugaskan untuk menjaga dan memakmurkan bumi. Sebaliknya, jika perang sampah plastik ini tidak dimulai, sekolah malah akan memperbanyak generasi-generasi dari golongan Animal Plasticum. Yang mana para Animal Plasticum inilah yang perlahan akan merusak bumi kita. Wallahu a’lam ALIF SYAICHU ROHMAN GURU DI MTS NEGERI 2 SUMENEP
0 Response to "MELAWAN SAMPAH DARI SEKOLAH"
Posting Komentar