Kenangan Tentang Haikal, Si Rajin Yang Pendiam
Hari masih cukup pagi saat kabar duka itu muncul di Whatsapp grup Guru MTsN 2 Sumenep. Sabtu pagi, Haikal Ali Jumayyil salah satu murid kami dikabarkan telah berpulang. Doa-doa dan ucapan bela sungkawa mengalir dari semua guru-guru. Duka mendalam dan rasa kehilangan begitu terasa di hati kami. Kesaksian-kesaksian tentang kebaikan dan kerajinan almarhum dari para guru yang mengajarnya turut mengiringi kedukaan kami.
Haikal begitulah saya biasa memangginya. Perawakannya kecil dan suaranya tidak terlalu lantang. Dengan badan kecilnya mungkin banyak yang tidak menyangka jika dia masih memiliki darah keturunan arab. Haikal secara umum bisa dikatakan termasuk anak yang cenderung pendiam. Dia bukan termasuk anak yang banyak tingkah atau neko-neko.
Satu hal yang selalu saya ingat dari sikap Haikal adalah tanggung jawabnya dalam belajar. Sikap yang menurut saya cukup langka ditemui di masa pembelajaran darurat akibat pandemi. Diakui atau tidak adaptasi pembelajaran di masa pandemi banyak merubah tatanan pembelajaran pada pendidikan kita. Terutama soal mental belajar dan juga mental mengajar.
Dalam kondisi pembelajaran darurat dimana kita harus mengutamakan keselamatan memaksa kita melakukan pembelajaran dengan cara jarak jauh atau biasa kita kenal dengan istilah daring (dalam jaringan). Nah, dengan model pembelajaran daring banyak diantara anak-anak kita yang berubah mental belajarnya. Tanggung jawab dalam belajar kebanyakan menurun. Tugas yang terpaksa diberikan guru secara online pun sering kali terabaikan. Tapi, tidak bagi Haikal. Dengan segala keterbatasan yang dia miliki dia selalu mengumpulkan tugas secara penuh juga tepat waktu. Padahal dia harus berjibaku dengan kondisi kesehatannya yang sudah terganggu sejak dia kecil. Bahkan, setiap mendekati masa penilaian akhir semester dia selalu berkirim WA kepada gurunya untuk menanyakan apakah ada tugas yang belum dia kumpulkan.
Kenangan-kenangan tentang tanggung jawabnya dalam belajar ternyata tidak hanya saya rasakan. Hampir semua guru pengajarnya juga merasakan hal yang sama. Bahkan, ada beberapa guru yang mengirimkan tangkapan layar pertanyaan haikal tentang tugasnya kepada guru tersebut. Kenang-kenangan tentang kebaikannya membuat kita semakin merasa kehilangan.
Memang benar apa yang dikatakan bang haji Rhoma dalam salah satu lirik lagunya "Kalau sudah tiada baru terasa, bahwa kehadirannya sungguh berharga". Saat dia sudah tiada Kenangan-kenangan tentangnya terasa begitu berharga.
Saya pun menjadi teringat kalau saya punya video perkenalan dari Haikal. Video tersebut merupakan video saat awal masuk kelas 7 secara daring. Setelah ketemu kemudian saya mencoba memutarnya kembali. Dalam video itu selain memperkenalkan diri dia juga menyebutkan bahwa dia memiliki hobi memperbaiki barang-barang elektronik. Saat itu saya begitu terkesan dengan hobinya yang mungkin agak berbeda dari kebanyakan temannya yang lain. Dibalik sisi pendiamnya dia memiliki hobi yang membutuhkan ketrampilan dan kecerdasan. Bagi saya itu luar biasa.
Kini, semuanya tinggal kenangan. Semoga kebaikan-kebaikan yang telah dia lakukan menjadi bekal yang membawa kepada kemudahan dan kemuliaan baginya di akhirat. Semoga kesabaran-kesabaran yang dia lakukan selama mendapat ujian sakit membawanya pada kabahagiaan yang kekal di alam abadi.
Selamat jalan Haikal...
Semoga sikap baikmu bisa menjadi teladan bagi kami semua...
Semoga Allah memberikan kemuliaan dan tempat terindah bersama Baginda Rasulullah...
Aamiin...
Sumenep, 14 Desember 2021
Alif Syaichu
0 Response to "Kenangan Tentang Haikal, Si Rajin Yang Pendiam"
Posting Komentar